Perempuan Vokal, Salah Satu Ciri Miliki Otoritas Diri
Amelia Rosary
23 Sep 20 | 18:31
Pengetahuan dan pengalaman hidup tentukan karakter perempuan

Seiring dengan bergulirnya waktu, perempuan kini harus lebih berani menyampaikan apapun yang ada pada pikiran mereka. Dengan bantuan media sosial, mereka dapat mengutarakan hal-hal terkait gagasan atau bahkan rasa keberatan mereka, terutama tentang isu-isu yang berkaitan dengan kesetaraan gender.
Pada sesi terakhir di hari kedua Indonesia Writers Festival (IWF) 2020, Kalis Mardiasih, penulis opini dan aktivis muda yang juga merupakan anggota Sekretariat Nasional Jaringan Gusdurian, hadir bersama dengan Ligwina Hananto, perencana keuangan yang juga merangkap sebagai seorang penulis opini. Membuka perbincangan pada malam hari itu, Kalis menyampaikan pengamatannya mengenai kemerdekaan perempuan dalam bersuara.
“Sejatinya, perempuan harus mampu merebut otoritas dan tafsir. Otoritas―seperti yang dikatakan oleh Dr. Mohammad Nadwi, Dekan Cambridge Islamic College, perempuan akan memperoleh respek hanya jika ia memiliki otoritas atas dirinya sendiri, jadi uang dan kekuasaan itu tak memengaruhi. Nah, otoritas atas diri sendiri tersebut ditentukan oleh pengetahuan dan kesalehan. Kalau saya secara pribadi, sih, menggambarkan kesalehan ini sebagai pengalaman hidup seorang perempuan sebagai individu, ya,” terang Kalis.
“Untuk merebut tafsir, ya, saya ambil contoh saat kita menstruasi. Menstruasi sering kali diasosiasikan dengan kenajisan, kutukan, dosa yang harus ditanggung oleh kaum perempuan akibat perbuatan Hawa yang telah menggoda Adam. Padahal, Alquran menyebutkan bahwa haid bukanlah darah kotor, melainkan darah yang menyebabkan sakit. Hal ini berkaitan dengan larangan suami untuk berhubungan dengan istrinya ketika haid. Nabi Muhammad bahkan pernah meminta Aisyah untuk mengambilkan sorban Nabi di dalam masjid ketika ia sedang haid,” Kalis melanjutkan, mendobrak anggapan umum yang ada.
Membahas lebih detail mengenai perempuan yang lugas dalam penyampaian opini, Ligwina pun ambil suara, “Perempuan yang memiliki otoritas diri adalah perempuan yang tak bungkam akan kemauan dan gagasan mereka. Itu benar, perempuan memang harus membiasakan diri untuk berpendapat. Namun, harus diingat juga bahwa konsekuensi atas apa yang kita ungkapkan itu pun kita tanggung sendiri-sendiri: kalau kita ngegas, ya, respon netizen tentu juga akan ngegas. Menyampaikan pendapat tidak melulu harus kontra dan memancing twit war, kok.”
Vokal tidak selalu berarti tak setuju dengan figur A, B, atau C. Ligwina menegaskan pernyataan tersebut dan berkata, “Bagaimanapun, positive reply atau feedback itu juga menyeimbangkan. Kalau pun harus kontra, apa adanya saja. Namun, akan lebih baik bila kita juga mau mendengarkan pihak oposisi, berdiksusi, dan menemukan jalan tengah atau konsensus. Rasanya akan lebih menyenangkan, lho. Ukur diri juga, kalau memang kita sudah terlanjur lontarkan opini bias, berbesar hatilah untuk meminta maaf,” ujarnya memberi kesimpulan.
Rangkaian acara Indonesia Writers Festival (IWF) 2020 masih akan berlangsung hingga 26 September 2020. Masih ada banyak topik-topik menarik seputar dunia literasi yang akan dibahas dalam acara yang mengusung visi "empowering Indonesians through writing". Penonton dapat menyaksikan rangkaian acara Indonesia Writers Festival (IWF) 2020 secara gratis melalui platform YouTube dan Instagram IDN Times.