top of page

Fajar Nugros dan Pengalaman Mengangkat Kearifan Lokal dalam Film

25 Sep 20 | 20:13

Amelia Rosary

Jangan lupa kalau esensi film adalah menghibur

Fajar Nugros dan Pengalaman Mengangkat Kearifan Lokal dalam Film

Indonesia memiliki kekayaan lokal yang beragam, mulai dari suku, bahasa, hingga seni. Hal ini kemudian dieksplor oleh Fajar Nugros, seorang sutradara dengan segudang karya di industri perfilman. Beberapa film terkenal yang ia sutradarai adalah Sang Pencerah, Tendangan dari Langit, Cinta Brontosaurus, dan masih banyak lagi. Namun, berbeda dari film-film sebelumnya, film “Yowis Ben” yang ia garap pada 2018 lalu dinilai tampil berbeda dan berhasil menarik banyak perhatian.


Pada kesempatan kali ini, Nugros membagikan bagaimana proses pembuatan film Yowis Ben dalam mengangkat kearifan lokal Indonesia, khususnya kebudayaan Jawa. Selain itu, ia juga menceritakan hambatan-hambatan dalam membangun karakter, memahami budaya, dan menarik minat penonton yang tidak semuanya memahami bahasa Jawa.


Berikut ini adalah poin-poin penting yang disampaikan Nugros dalam sesi Indonesia Writers Festival (IWF) 2020. Yuk, kita simak!


1. Target audiens Yowis Ben bukan masyarakat Jawa saja, lho

Ide dari pembuatan film Yowis Ben sebenarnya berasal dari Bayu Skak, seorang aktor, komedian, dan YouTuber asal Malang. Menanggapi keinginan Bayu Skak untuk membuat film dengan bahasa Jawa, Nugros menyarankan untuk memperluas target penonton agar tak hanya terbatas pada masyarakat Jawa saja.


“Saya melihat kalau film ini punya potensi untuk dinikmati oleh semua kalangan dari berbagai macam suku. Nah, tinggal bagaimana kita menyampaikan isi film ini agar nyaman diterima dan dapat menghibur meski tidak semua audiens paham bahasa Jawa,” ungkap Nugros sambil menjelaskan riset panjang yang dijalani ia dan tim jalani untuk menciptakan film Yowis Ben. 


Langkah untuk menyukseskan film tersebut dimulai dari pembuatan detail pada dialog, latar, hingga konflik yang terkandung di dalamnya. Tiap elemen, kata Nugros, harus dekat dengan kehidupan masyarakat. “Membawa elemen film yang sederhana dan sering ditemui di kehidupan sehari-hari juga dapat menjadi daya tarik tersendiri bagi siapa saja,” imbuhnya.


2. Tantangan dalam proses pembuatannya

Agar film Yowis Ben dapat tercipta sesuai dengan yang diharapkan, berbagai tantangan pun ditemui oleh Nugros, tim, dan juga para aktor. Pertama, penggunaan bahasa Jawa yang harus disesuaikan. “Jawa Timur dan Jawa Tengah itu beda, lho, jadi kita harus cari kata yang sesuai agar tidak ada kebingungan dalam penyampaian isi film,” kata pria kelahiran tahun 1979 tersebut.


Tidak hanya itu, Nugros juga harus membangun karakter yang diperankan oleh aktor-aktor dari suku non Jawa. “Pelan-pelan, kami memberi contoh tone yang mirip dengan masyarakat asli Jawa Timur, sehingga dialeknya dapat terdengar jelas.” Di lain sisi, Nugros juga mengungkapkan bahwa selama proses syuting, mereka tidak menggunakan script dua bahasaㅡsemuanya full bahasa Jawa. Hal ini dilakukan agar mereka terbiasa dan dapat lebih memahami karakternya.


3. Pentingnya memahami filosofi dari kearifan lokal

Dalam proses pembuatan film Yowis Ben, terutama di film ke-2 dan ke-3, pemahaman tentang budaya lokal pun semakin ditingkatkan. “Berbeda dengan film pertama yang hanya fokus di penggunaan bahasa Jawa, film kedua dan ketiga lebih menekankan pada aspek budaya. Di film kedua, misalnya, kami juga pakai bahasa Sunda, tapi harus dipikirkan terlebih dahulu kaitannya apa agar dapat membangun scene yang relate di masyarakat. Film ketiga lebih beragam lagi: kami menayangkan kesenian dari daerah lain, seperti wayang orang dari Solo dan kuda lumping dari Kediri,” jelas Nugros mengenai perkembangan film Yowis Ben.


Menurut Nugros, ketika ingin mengangkat kearifan lokal dalam sebuah film, memahami filosofi dari setiap aspek kebudayaan merupakan hal fundamental. Hal ini yang menjadi sebuah tantangan besar karena prosesnya yang tidak sebentar. Ia menambahkan, “Pemahaman itu bukan sekadar tahu saja, tapi benar-benar mengerti, bahkan hingga ke makna filosofinya. Saat pembuatan Yowis Ben 3, kami juga jadi belajar filosofi wayang, filosofi kuda lumping, hingga sejarah kota Solo dan Kediri.”


4. Cara untuk menarik minat penonton suku non Jawa

Menargetkan audiens nasional, Nugros menerapkan beberapa upaya khusus dalam pembuatan film Yowis Ben. Menurutnya, subtitle sangat penting dalam hal ini. Tidak hanya untuk memberikan penjelasan dari dialog saja, esensi hadirnya subtitle juga tidak boleh sampai merusak kesenangan penonton sepanjang film.


Subtitle yang ada harus muncul sesuai dengan dialog aslinya, sepotong-sepotong. Jadi, tidak langsung keluar semua sehingga penonton bisa kehilangan element of surprise. Kami mau semua penonton menikmati dan tertawa bersama-sama, baik yang paham secara utuh, maupun yang paham sedikit-sedikit, atau bahkan yang tidak mengerti sama sekali,” jelas Nugros.


5. Esensi film adalah menghibur

Memasuki penghujung sesi ini, Nugros membagikan tips bagi para generasi millennial dan z yang berkeinginan untuk masuk ke industri perfilman. “Berbagai genre itu dapat diterima di masyarakat, kok. Intinya, jangan lupa bahwa esensi film itu menghibur. Orang menonton film, kan, mencari sebuah hiburan. Nah, tinggal hiburan seperti apa yang mereka pilih.”


Untuk teman-teman yang ingin mengangkat film dengan kearifan lokal, Nugros menegaskan, “Buatlah film sesuai dengan apa yang kalian sukai karena membuat film itu harus melewati proses yang panjang dan melelahkan. Bila ditambah dengan unsur kearifan lokal yang butuh pemahaman ekstra, maka lelahnya juga ekstra. Namun, kalau kalian memang suka, jangan takut untuk mencoba. Kalau enjoy pasti beda.”


Rangkaian acara Indonesia Writers Festival (IWF) 2020 masih akan berlangsung hingga 26 September 2020. Masih ada banyak topik-topik menarik seputar dunia literasi yang akan dibahas dalam acara yang mengusung visi "empowering Indonesians through writing". Penonton dapat menyaksikan rangkaian acara Indonesia Writers Festival (IWF) 2020 secara gratis melalui platform YouTube dan Instagram IDN Times.

bottom of page