Jalani Hobi di Antara Pekerjaan Utama Jadi Wujud Nyata Self-Love
Amelia Rosary
12 Mar 21 | 16:17
Niat jadi syarat paling utama

Tulisan ini dibuat oleh Arifin Al Alamudi, Editor IDN Times Sumut , untuk program Timmy's Story
Mendengar frasa "bekerja keras", hal apa yang pertama kali muncul dalam benak kalian? Menurutku, bekerja keras tidak sama dengan bekerja tanpa henti—memiliki kegiatan selingan malah dianjurkan. Tak hanya untuk mengisi waktu luang, melakukan hobi juga bisa menjadi salah satu wujud self-love yang dapat kita berikan pada diri kita sendiri. Kali ini, aku mau membagikan pengalamanku mengenai pentingnya bekerja sambil tetap melakukan kegemaran atau hobi kita demi produksi dopamin, neurotransmitter pengendali kesenangan pada otak, yang lebih optimal.
1. Jadi Editor di Hyperlocal Sumatera Utara
Aku sudah bergabung dengan IDN Media sejak Desember 2018 lalu. Saat itu, Winston Utomo, CEO IDN Media, dan Uni Lubis, Pimpinan Redaksi IDN Times, sepakat untuk membangun kantor Hyperlocal Sumatera yang pertama di Medan, Sumatera Utara. Beberapa waktu kemudian, kantor lain yang berlokasi di Lampung, Sumatera Selatan pun ikut menyusul.
Dalam keseharianku, layaknya editor lain, aku pun biasa menikmati malamku sambil merencanakan liputan-liputan apa saja yang sekiranya dapat dilaksanakan pada keesokan harinya. Untuk menentukan topik-topik yang sedang banyak diperbincangkan, aku bisa dibilang cukup bergantung pada media sosial. Namun, selain itu, sebagai editor, aku juga bertugas untuk menampung, mengedit, serta mengevaluasi artikel-artikel dari teman-teman jurnalis dan kontributor di area Sumatera.
2. Mengeksplor hobi di luar pekerjaan utama
Aku telah menekuni dunia reporter semenjak 11 tahun silam. Di tiap perusahaan media yang pernah aku singgahi, OKR menjadi bagian integral dari perusahaan. Singkatnya, OKR bisa dibilang berperan sebagai kompas kerja tiap karyawan, mengingat OKR telah dirancang sedemikian rupa, menyesuaikan tujuan utama dari perusahaan.
OKR memang menjadi salah satu hal pokok yang harus kita telateni. Namun, mengolah hobi yang kita miliki tentu akan semakin memperkuat karakter diri. Artinya, seseorang dengan hobi tertentu itu ibarat individu yang mempunyai identitas tambahan. Hal ini berpengaruh besar, lho, pada tingkat kepercayaan diri kita. Orang-orang di sekitar kita tak hanya akan mengenal nama kita, tapi juga mengakui karya dan kemampuan khusus yang kita miliki.
3. Menemukan kesenangan dari dunia fotografi hingga menang lomba
Selama pandemik ini, jujur saja aku malah semakin semangat mengisi waktuku dengan hal-hal yang berguna, seperti membaca dan mengikuti pelatihan. Sebagai seorang bapak rumah tangga, aku secara proaktif mengikuti seminar dengan beragam topik—kesehatan adalah salah satunya. Tak terbatas pada masalah COVID-19 saja, seminar yang aku hadiri juga banyak membahas tentang penyakit kanker dan tuberkulosis. Meski terkesan random, aku meyakini bahwa tak akan pernah ada insight yang percuma.
Namun, mengikuti seminar rasanya masih kurang gereget untuk melepas penat. Untuk itu, aku, sebagai penggemar dunia fotografi, juga secara konsisten berupaya untuk terus mengasah kemampuanku dalam memotret. Menjadi seorang jurnalis, aku memang diajari teknik dasar fotografi. Masih teringat jelas saat aku mengambil gambar liputan dengan ponsel merek Blackberry kala itu. Ala kadar begitu saja, sudah bisa naik ke media cetak dan media daring. Bagaimana kalau aku tekuni secara serius?
Bisa dibilang, yang paling utama adalah niat. Benar saja, berangkat dari niat sederhana tersebut, aku memberanikan diri untuk terus berlatih, bahkan mengikuti lomba-lomba yang sepertinya terlalu bergengsi untuk pendatang baru sepertiku. Pada tahun 2014, aku mengikuti lomba fotografi bertemakan permainan tradisional yang diadakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Setelahnya, aku juga mengikuti lomba fotografi Mahakarya Indonesia yang diadakan oleh sebuah merek rokok ternama untuk memperingati ulang tahunnya yang ke-99. Masih banyak ajang bergengsi lain yang aku ikuti dan menangkan sejak saat itu. Menyenangkan! Ternyata, ini dia yang dinamakan self-fulfillment.
4. Pentingnya memberi penghargaan untuk diri sendiri
Bagaimana menyeimbangkan antara memenuhi tuntutan pekerjaan dengan menjalani hobi? Porsinya harus pas. Jangan terlalu banyak, jangan terlalu sedikit. Demikian juga dengan pemenuhan OKR, serta pengembangan diri. Hidup itu, toh, bukan hanya tentang kerja, tapi juga tentang penghargaan ke diri sendiri. Sama halnya dengan mengambil cuti. Aku malah sangat mendukung ketika ada anak buahku yang ingin cuti tanpa ada alasan apapun. Sejatinya, cuti itu adalah hak masing-masing pekerja. Mau digunakan untuk menghabiskan waktu di rumah sambil nonton TV dan ngemil pun, itu tetap hak dia. "Bagus, kalau perlu jangan pegang kerjaan sama sekali, ya," pesanku.
Intinya, hobi itu ibarat pelarian yang positif. Bagaimana pun, bekerja selama lima hari berturut-turut itu memang melelahkan—bosan tentu tak jarang menghampiri. Kalau memang gila kerja, coba sekali-kali berhenti kerja, kemudian lakukan hobimu dengan penuh niat dan semangat. It will surely feel like an oasis in the desert! Begitu refreshing dan fulfilling. Coba, yuk.