
Cerita Timmy IDN Media Memaknai Idul Fitri dalam Keberagaman
13 May 21 | 09:00
Amelia Rosary
Punya makna lebih, Idul Fitri bukan sekadar kirim hampers

Idul Fitri memang merupakan hari besar untuk para Muslim di seluruh dunia. Namun di Indonesia, sebagai negara yang masyarakatnya beragam, tradisi perayaan Idul Fitri turut membawa kesan dan pengalaman tersendiri bagi teman-teman dari agama lain. Membawa pesan akan indahnya keberagaman dan pentingnya inklusivitas, beberapa Timmy IDN Media pun membagikan ceritanya terkait Idul Fitri meski mereka tak secara langsung merayakan hari besar tersebut. Ada kisah menarik apa, ya?
Lahir di tengah keluarga dengan latar belakang agama yang berbeda, Pinka Wima dari tim IDN Times membuka sesi wawancara pada pagi itu dan menyatakan, “Karena kita hidup di tengah perbedaan, punya tenggang rasa yang tinggi pun menjadi salah satu hal yang sangat penting. Selalu pakai kacamata dari sudut pandang orang lain agar pola pikir kita pun luas. Jangan lupa untuk menghormati penganut agama lain. Sebenarnya tidak terbatas saat mereka sedang merayakan hari besar saja, tapi di segala situasi, ya.”
Melanjutkan pernyataan tersebut, Erwin menyebutkan, “Sebagai seorang Non-Muslim, aku percaya bahwa Idul Fitri adalah sesuatu yang sangat sakral bagi umat Muslim. Setelah berpuasa selama satu bulan penuh, saudara-saudara kita pun kini dapat merayakan kemenangan, suatu momen di mana mereka dapat kembali fitri.” Meski tidak memiliki sanak saudara kandung beragama Muslim, Erwin mengaku memiliki seorang nenek tak sedarah, seorang Muslim yang berbaik hati merawat ayahnya ketika merantau dari Medan ke Ibu Kota untuk pertama kalinya di tahun 1980-an.
Ayahnya dulu ngekos di daerah Manggarai. Ia sempat membayar kos selama setahun sebelum keluarga nenek, begitu Erwin memanggilnya, sepakat untuk mengangkat ayahnya sebagai anak dan membebaskannya dari tagihan uang kos. “Dulu, ayah dinilai sangat berbakti, perhatian, mau membantu. Hanya karena alasan sesederhana itu, ayahku dirawat dan diasuh layaknya seorang anak sendiri. Sebagai seorang Muslim, nenek tak peduli bahwa ayahku adalah seorang Kristen. Sampai saat ini, tali persaudaraan kami pun masih terjalin dengan baik. Aku kini bahkan dekat dengan anak-anak dan cucu-cucu ibu asuh dari ayahku ini,” terang Erwin.
Maria menyampaikan makna Idul Fitri yang lebih dalam baginya. “Keluarga mana, sih, yang tak mengajarkan toleransi kepada anak-anaknya? Begitu juga dengan keluargaku yang sudah mengajarkanku tentang betapa pentingnya toleransi di antara umat beragama semenjak aku kecil. Menurutku, Hari Raya Idul Fitri ini menjadi momentum bagi banyak orang, tak hanya umat Muslim, untuk saling bersilaturahmi, memohon maaf agar hubungan dapat kembali terjalin dengan baik,” terang Maria.
Hari Raya Idul Fitri, bagi Pinka, bukan hanya tentang beri THR atau kirim hampers. “Tentu aku ikut kirim hampers lebaran ke beberapa teman terdekat. Waktu Hari Raya Idul Fitri sudah tiba, aku juga turut mengucapkan. Namun menurutku, Idul Fitri punya arti yang lebih dalam dari itu. Bersama dengan beberapa teman yang lain, kami menginisiasi ide untuk patungan guna memberi THR tambahan bagi teman-teman Lab Staff dan Securities di IDN Media. Senang rasanya karena bisa berkontribusi atas kebahagiaan orang lain di hari besar mereka. Rasa bahagianya menular, recharging positive energy,” kata Pinka.
Berkumpul saat Idul Fitri sudah menjadi tradisi bagi hampir tiap orang di Indonesia, termasuk umat yang beragama lain. Namun, kondisi pandemik yang melarang kita untuk saling bersua memang mengharuskan kita untuk tetap ikhlas merayakan Hari Raya di rumah saja. Kendati demikian, kita tetap dapat merayakannya tanpa harus kehilangan esensi dasar dari Hari Raya Idul Fitri yang penuh kebersamaan dan kehangatan. “Meski berbeda keyakinan dan bukan saudara dalam iman, tapi kita ini saudara dalam kemanusiaan,” tegas Pinka, yang kemudian diamini oleh Maria dan Erwin.