top of page

Cara Ciptakan Lingkungan Kerja yang Ramah secara Psikologis

6 Oct 21 | 18:43

Saraya Adzani

Perusahaan harus menjadi medium

	Cara Ciptakan Lingkungan Kerja yang Ramah secara Psikologis

Sudahkah kesehatan mental menjadi isu yang umum diperbincangkan oleh masyarakat Indonesia? Pertanyaan yang klise, tapi tajam. Kesehatan mental masih kerap terabaikan dalam bidang perawatan kesehatan. Eksistensinya seolah tak ada, padahal limpahan dana dan perhatian dengan mudah melenggang ke aspek lain. Problem kesehatan jiwa memang dipicu oleh berbagai faktor, salah satunya adalah kejenuhan dan lingkungan tak suportif yang bisa saja ditemukan di lingkungan kerja. 


Memang benar bahwa pemahaman akan isu kesehatan mental harus berasal dari masing-masing individu, namun, dalam hal ini, perusahaan dapat bertindak sebagai sebuah agen perubahan yang menggerakkan kesadaran mereka untuk lebih bersikap terbuka terhadap isu tersebut. Komunikasi dan konsistensi menjadi beberapa landasan dari kesadaran tersebut. Yuk, pahami secara lebih lanjut!


1. Menerima dan menyambut keberagaman 

Lingkungan kerja tentu terdiri dari banyak individu dengan latar belakang, karakter, dan potensi yang beragam. Tak hanya diminta untuk sekadar menerima keberagaman saja, namun perusahaan juga harus menyambut keberagaman tersebut dengan menerapkan kultur kerja yang inklusif. Dengan mengetahui bahwa tiap orang memiliki cara pikirnya sendiri dalam menghadapi atau memecahkan suatu masalah, kita memahami bahwa setiap orang pun memiliki kelebihan dan kekurangannya sendiri. 


Penerimaan keberagaman sudah bukan tentang hidup berdampingan dengan manusia-manusia yang memiliki suku, ras, atau agama yang berbeda. Kita sudah berada di fase kehidupan di mana kita pun diminta untuk dapat memaklumi setiap perbedaan pendapat, kesalahan yang mungkin kita buat sebagai seorang manusia. Ini juga menjadi faktor yang dapat mempengaruhi kesehatan mental seseorang selama berada di tempat kerja. “Lebih baik fokus pada upaya penuntasan masalah. Jangan meletakkan kesalahan pada kelemahan rekan kerja. Lakukan evaluasi. Semua memang berasal dari diri kita sendiri,” ujar Hoshael. 


2. Panduan untuk berperilaku, berkomunikasi, dan berinteraksi

Tak hanya dari sisi penerimaan karyawan, perusahaan juga harus mengambil langkah nyata untuk merawat kesehatan mental mereka. Hoshael menegaskan, “Perusahaan harus terbuka tentang kesehatan mental, tidak hanya sebagai pengetahuan, tetapi juga sebagai panduan untuk berperilaku, berkomunikasi, dan berinteraksi. Nyatakan juga bahwa kesehatan mental sejatinya adalah tanggung jawab tiap pribadi. Lebih dalam dari peran kita sebagai karyawan, menyadari bahwa kesehatan mental harus selalu diberi ruang menunjukkan pemahaman kita akan fakta bahwa kita adalah individu yang pun memiliki hak untuk dapat terus berkembang, inside out.” 


Perusahaan tak hanya bertanggung jawab untuk kesehatan lingkungan kerja, namun juga kesehatan mental tiap karyawan. “Karyawan lebih banyak menghabiskan waktu di kantor dan hal ini mempertinggi kemungkinan mereka untuk merasakan stres akibat urusan kantor. Untuk itu, perusahaan harus menjadi media yang menjembatani hal ini―bantu mereka untuk lebih sadar akan pentingnya isu kesehatan mental dan bagaimana isu ini harus dikelola dengan baik,” ungkap Hoshael.


3. Teladan terkait kesehatan mental

Apresiasi tak serta-merta hanya diberi untuk karyawan yang berprestasi secara profesional, namun juga untuk mereka yang dapat menjadi teladan terkait kesehatan mental. “Hal ini juga harus diimbangi dengan pemberian teguran untuk perilaku-perilaku yang mengancam atau berkontribusi negatif terhadap kesehatan mental. Bangun kepedulian dan keingintahuan atas isu ini. Dengan mengadakan Mental Health Program, misalnya, perusahaan dapat mendorong karyawan untuk membaca, menonton, mendengarkan segala hal yang terkait dengan kesehatan mental. By doing so, we may find ourselves, too,” Hoshael mengungkapkan. 


Pada kesimpulannya, selalu cek diri kita sendiri, apakah kita benar-benar peduli pada isu ini? Apakah kita benar-benar peduli pada kesehatan mental diri kita sendiri? Apakah ada kebiasaan, perilaku, atau perspektif kita yang kurang mendukung terbentuknya lingkungan kerja yang aman secara psikologis? Memiliki sikap yang terbuka pada orang lain, perspektif non-judgmental, keterampilan untuk mendengarkan dengan empati, adalah hal-hal yang dapat dilatih dan dikembangkan. Kita perlu mengembangkan diri, awareness, dan pilihan perilaku kita secara sadar.


bottom of page