top of page

Udin’s Inferno oleh IDN Pictures Raih Award di Film Festival Bergengsi

17 Nov 21 | 08:29

Saraya Adzani

Tidak hanya satu film festival saja, lho!

Udin’s Inferno oleh IDN Pictures Raih Award di Film Festival Bergengsi

Film pendek yang disutradarai oleh Yogi Supra (Film Director IDN Pictures) dan ditulis oleh Deo Mahameru (Creative Manager IDN Pictures), Udin’s Inferno, telah sukses menyabet penghargaan tertinggi dalam kategori Film Pendek Indonesia Terbaik di Jakarta Independent Film Festival (JIFF) 2021 pada 25 Oktober 2021 lalu, sekaligus kategori Official Selection di Jakarta Film Week 2021 pada 20 Oktober 2021. 


Udin's Inferno adalah film pendek yang segar, ringan, dan juga menarik. Dengan ceritanya yang sederhana, Udin's Inferno berhasil menyentuh salah satu masalah yang paling sensitif di negara ini, yaitu agama, yang diseimbangkan dengan komedi yang baik. Yukkeep scrolling untuk mengetahui cerita di balik pembuatan film pendek Udin’s Inferno.


1. Film Udin’s Inferno terinspirasi dari kisah nyata

Udin’s Inferno bercerita tentang seorang anak bernama Udin yang mengalami kejadian traumatis setelah membaca buku komik yang menggambarkan pedihnya siksa neraka. Udin menyaksikan bagaimana orang-orang berdosa disiksa. Menurut penggambaran buku komik itu, kebanyakan orang yang disiksa di neraka adalah mereka yang bertato. Ironisnya, ayah Udin adalah sosok pria bertato, yang tentu malah membuat dirinya diejek oleh salah satu temannya. Alhasil, Udin tiba pada suatu kesimpulan: jika ia mampu menghapus tato itu dari tubuh sang ayah, maka ia bisa menyelamatkan sang ayah dari siksa api neraka.


Datang dengan alur cerita yang tak biasa, idenya rupanya terinspirasi dari kisah nyata. Hal itu disampaikan oleh salah satu produser film tersebut, Anugrah Gege, yang juga merupakan Senior Account Manager IDN Pictures. “Ceritanya terinspirasi dari teman saya. Kemudian, judul dan cerita Udin’s Inferno itu terinspirasi dari seorang penulis bernama Dante Alighieri lewat karyanya yang berjudul InfernoInferno itu bercerita tentang Dante yang jalan-jalan melihat neraka,” ungkapnya.


2. Jalani proses produksi selama 1 bulan

Memenangkan beberapa penghargaan, Udin’s Inferno tentu hadir dengan persiapan yang matang, baik dari segi konsep maupun cerita. Namun, siapa sangka jika proses produksinya dilakukan kurang lebih dalam kurun waktu satu bulan? “Konsepnya dibuat sekitar dua harian. Keseluruhan proses produksinya memakan waktu kurang lebih satu bulan karena kami juga mengejar deadline beberapa festival sebelumnya,” ucap produser lainnya, Sarah Rizkina, yang pun menjabat sebagai Account Manager IDN Pictures.


Dalam waktu yang relatif singkat itu, tantangan yang cukup rumit rupanya juga harus dihadapi. Perizinan dan perpindahan lokasi menjadi masalah yang paling krusial. Namun, berkat semangat dan kerja keras semua pihak yang terlibat, film Udin’s Inferno pun terealisasi tepat waktu. “Kendalanya karena lagi pandemik, jadi agak sulit mencari lokasi yang sesuai karena kami juga perlu mencari perizinan dan sebagainya. Kami juga sampai harus mencari lokasi lain saat H-1 karena lokasi sebelumnya tidak mendapat izin untuk dipakai syuting. Akhirnya, kami dapat lokasi baru karena semua mau saling bantu,” terang Sarah.


3. Dikerjakan dengan passion

Selama masa penulisan skenario, sang penulis naskah, Deo Mahameru, mengaku tidak melakukan revisi sama sekali. Semua proses lebih ke tahap diskusi daripada perbaikan. “Tidak ada revisi karena ini proyek passion, bisa dibilang begitu. Lebih ke diskusi saja, sih. Dari script writer memberi konsep, lalu kita diskusikan bersama para sutradara dan produser,” ujar Sarah, sang produser.


Ditanya mengenai respon mereka ketika memenangkan kategori Film Pendek Indonesia Terbaik dan Official Selection, sang penulis skenario menyatakan bahwa ia tak menganggap ini sebagai kemenangan. Ia lebih menganggap hal itu sebagai sebagai penghargaan. Lebih jauh, ia menjadikan penghargaan itu sebagai cambuk bagi dirinya dan tim. “Yang pasti kami bersyukur. Dengan waktu dan persiapan yang sangat minim, kami masih diberikan kesempatan untuk mendapat penghargaan ini. Kami juga menjadikannya cambuk agar bisa menelurkan karya yang lebih baik lagi di masa depan,” tutur sang penulis naskah, Deo.


bottom of page