top of page

Editor-in-Chief FORTUNE Indonesia Hendra Soeprajitno Bicarakan Tentang Kondisi Resesi di Indonesia bersama Dr. Indrawan Nugroho

Felicia Yulianti

2 Sep 22 | 10:06

undefined

Editor-in-Chief FORTUNE Indonesia Hendra Soeprajitno Bicarakan Tentang Kondisi Resesi di Indonesia bersama Dr. Indrawan Nugroho

Pasca resesi akibat pandemi yang terjadi pada 2020 silam, makin banyak bisnis mulai kembali bangkit, baik di Indonesia maupun di luar negeri. Meskipun begitu, ancaman resesi karena naiknya harga komoditas serta perang antara Rusia dan Ukraina kembali menghantui perekonomian global. Bahkan survei yang dihimpun FORTUNE global menyebutkan bahwa 30% dari seluruh CEO di perusahaan Amerika Serikat sudah menyadari kalau perekonomian Amerika Serikat akan resesi di tahun ini dan 40% CEO percaya resesi akan terjadi tahun depan.


Lalu, timbul pertanyaan besar, mengapa banyak perusahaan di Indonesia terkesan bersikap tenang menghadapi resesi yang mungkin saja menimpa negeri ini? Topik tersebut dikupas secara tajam oleh Editor-in-Chief FORTUNE Indonesia Hendra Soeprajitno di sesi siniar milik kreator konten dan pakar bisnis Dr. Indrawan Nugroho.


1.Kondisi resesi yang dapat diprediksi

Hendra menuturkan bahwa Indonesia cukup beruntung karena dapat memprediksi perekonomian di bulan-bulan mendatang dengan melihat kondisi perekonomian global saat ini. Seperti halnya kondisi resesi akibat pandemi, Indonesia merasakan dampak resesi tersebut setelah beberapa negara di dunia mengalaminya. Keuntungan ini menjadi bekal bagi Indonesia untuk mengantisipasi hal terburuk yang akan terjadi, sekaligus menjadi pengingat bahwa resesi adalah kondisi yang lumrah terjadi pada dinamika perekonomian dunia, sehingga masyarakat Indonesia dapat menyikapinya dengan lebih tenang dan optimis resesi akan segera berlalu.


2.Fundamental keuangan yang kuat

Melihat kondisi perusahaan di Indonesia, banyak perusahaan yang tetap bertahan meski menghadapi krisis dan tak sedikit pula yang langsung goyah digempur krisis. Sebagai seorang jurnalis yang banyak bertukar insight bersama para C-level perusahaan di Indonesia, Hendra pun membagikan pandangannya mengenai rahasia dibalik resiliensi perusahaan-perusahaan tersebut. 


“Perusahaan-perusahaan yang dapat bertahan pasti memiliki fundamental keuangan dan bisnis yang kuat. Selain itu, kepercayaan konsumen juga berpengaruh pada bertahannya suatu bisnis. Jika suatu perusahaan ditinggalkan konsumennya, bisnis itu pasti langsung gagall bertahan. Sehingga, strategi terbaik perusahaan adalah dengan mengikuti kemauan pelanggan. Saat terjadi krisis seperti resesi, lebih baik menekan profit margin dibandingkan menutup perusahaan dan memulai semuanya dari nol. Membangun image, kepercayaan, reputasi itu sangat sulit. Keeping customers is better than keeping margin. Acquiring new customer cost-nya lebih tinggi,” ungkap Hendra.


3.Pentingnya berinovasi

Hendra menuturkan bahwa kondisi resesi akibat pandemi merupakan salah satu resesi terburuk yang dialami Indonesia sepanjang sejarah karena kehadiran virus yang secara mendadak membatasi mobilitas masyarakat dan melumpuhkan banyak sektor perekonomian. Namun, meski mengalami berbagai tantangan, Indonesia berhasil melewati resesi dan kini perekonomian nasional kembali rebound. 


Hendra lebih lanjut membagikan kunci keberhasilan Indonesia dalam menghadapi resesi saat pandemi. “Inovasi itu mesti dipaksa, dan resesi akibat pandemi memaksa para perusahaan untuk melakukan inovasi. Di laporan 100 perusahaan terbesar pilihan FORTUNE Indonesia, laporan keuangan tahun 2019-2020 dari 60 perusahaan tersebut mengalami penurunan. Di tahun 2020-2021, hanya 20 perusahaan yang mengalami penurunan laba bersih. Banyak inovasi yang dapat dilakukan untuk menghadapi resesi, seperti merilis barang substitusi yang harganya lebih murah dan shrinkflation yaitu memperkecil kemasan produk seperti makanan. Di tingkat korporasi, saat resesi pandemi, banyak perusahaan melakukan akuisisi dan merger sebagai upaya agar dapat bertahan di industri. Kuncinya, perusahaan mesti mau beradaptasi dan berinovasi jika ingin bertahan dalam bisnis.”


4.Daya beli masyarakat mempengaruhi perekonomian domestik

Menjelang akhir sesi, Hendra dan Indrawan pun berdiskusi tentang sejauh mana potensi resesi perlu dikhawatirkan para pelaku UMKM dan perusahaan menengah. Hendra mengungkapkan fakta bahwa saat ini ekonomi Indonesia bergantung pada daya beli masyarakat dalam negeri dan 55% perputaran uang itu ada di ranah domestik. Sehingga, selama level of confidence konsumen Indonesia masih baik, perekonomian akan aman. Hendra pun mengutip data BI indeks keyakinan konsumen Indonesia di bulan Mei tahun ini yang menyatakan bahwa  level of confidence masyarakat Indonesia masih sangat positif. 


Dalam menghadapi resesi, pemerintah juga berupaya menjaga daya beli masyarakat dengan memberlakukan berbagai kebijakan seperti subsidi yang diharapkan dapat menahan laju penurunan daya beli masyarakat. Selain itu, penting menjaga cash flow dalam menghadapi resesi karena ketika terjadi krisis seperti resesi, uang tunai adalah raja.

 

Di akhir sesi, Hendra dan Indrawan sepakat bahwa semoga sikap tenang banyak para pemimpin perusahaan ini membuat mereka tetap waspada serta tetap berinovasi dan fokus menjalankan strategi-strategi bisnis mereka. Hendra dan Indrawan percaya bahwa tiap terjadi tantangan pasti akan ada peluang.


bottom of page