#MenjagaIndonesia: Yuk, Kian Peduli Jaga Planet Bumi
Amelia Rosary
10 Aug 20 | 17:00
Anak muda, tertarik terjun di sektor pertanian?

Pada hari Senin, 10 Agustus 2020, IDN Times mengadakan webinar kedua yang merupakan bagian dari rangkaian kampanye #MenjagaIndonesia. Berjudul “Yuk, Kian Peduli Jaga Planet Bumi”, webinar ini menghadirkan pembicara Prof. Emil Salim (Guru Besar FE-UI, Mantan Menteri Lingkungan Hidup RI) dan Tri Mumpuni (Direktur Eksekutif IBEKA dan Founder Patriot Negeri). Berikut beberapa rangkuman poin penting dari webinar yang diselenggarakan dalam rangka menyambut HUT ke-75 Kemerdekaan Republik Indonesia tersebut.
1. Pendidikan dan pembangunan energi wajib diperhatikan
COVID-19, pandemik yang tengah menyerang seluruh penjuru bumi, belum juga menunjukkan tanda-tanda akan berakhir. Hal ini tentu memengaruhi banyak aspek kehidupan manusia. Bagi Prof. Emil, dampak terberat yang diakibatkan oleh COVID-19 ada pada pendidikan. “Tahun 2020-2030 atau 2040, kita lagi mulai mengalami bonus demografi, di mana jumlah usia muda―dari 15 tahun ke atas, justru sedang naik,” Prof. Emil mengawali
Ia melanjutkan, “Padahal, kualitas pembangunan bangsa sudah tak lagi ditentukan oleh investasi luar negeri, bukan oleh alat mesin, namun oleh keterampilan, kecakapan otak bangsa kita sendiri. Di saat seperti ini, kita malah dipukul oleh COVID-19.” Dengan situasi seperti ini, aspek pendidikan menjadi berkali-kali lipat lebih penting. Katanya, “Harus secepat mungkin atasi keterbatasan pada pendidikan. Jangan sampai ada lost of generation.”
Tak hanya pendidikan, ketahanan energi juga harus menjadi aspek yang diperhatikan dengan seksama. “Seiring dengan kebiasaan masyarakat yang semakin sering mencuci tangan, energi air pun jadi krusial. Kebutuhan dasar dari sektor pertanian pun makin naik. Itulah mengapa, jadikan pandemik ini sebagai momen pembangunan energi dan penciptaan employment,” ungkap Prof. Emil.
2. Perhatikan kemampuan bangsa sendiri
Pendapat Prof. Emil mengenai pentingnya ketahanan bangsa dibenarkan oleh Tri Mumpuni. Menurutnya, “Sejak Maret lalu, saya tinggal di desa dan saya pun menjadi sadar betapa signifikannya peran desa selama masa pandemik ini.” Ia mengaku bahwa COVID-19 dapat dikategorikan sebagai bencana global, namun bagaimanapun, tetap ada hikmah yang mengikuti.
“Hikmahnya adalah kita jadi lebih mau melihat kemampuan diri kita sendiri. Segala sesuatu yang lokal ternyata dapat membantu kita bertahan hidup, jadi tak perlu repot-repot impor lagi,” imbuhnya. Bahkan, menurut Tri, tanah petani yang dijual ke investor dengan proyek mercusuar yang masif tak dapat berikan manfaat apapun ke bangsa Indonesia selama masa pandemik ini.
“Orang-orang desa secara berkala memasok kebutuhan pokok untuk orang-orang di daerah lain. Oleh karenanya, pemerintah pun wajib jamin kepemilikan lahan. Jangan sampai ada yang rusak lahan, apalagi hanya untuk kebutuhan jangka pendek yang juga tak menjamin terciptanya kedaulatan pangan,” ujarnya, menegaskan bahwa sektor pertanian kini menjadi tonggak perekonomian Indonesia, terutama di masa COVID-19.
3. Sektor pertanian yang terbengkalai
Pandemik ini diharapkan dapat menjadi alarm bagi pemerintah Indonesia agar lebih berorientasi pada kepentingan bangsa kita sendiri. Namun, sayangnya, beberapa oknum pemerintah tak dapat memegang amanat rakyat dengan baik. Sistem politik yang “mahal” membuat sektor pertanian terbengkalai atau, paling tidak, tak seoptimal sektor-sektor yang lain.
“Sektor pertanian ‘neglected’, soalnya tidak bisa beri apa-apa buat politik. Namun, beda lagi kalau kita bicara tentang mining. Dalam hal pemilihan daerah, misal: nanti kalau A terpilih, A akan beri konsesi (izin untuk membuka tambang) untuk B,” ungkap Tri, menekankan bahwa sektor pertambangan bisa dianggap sebagai “lahan basah” untuk politik Indonesia.
Ia juga menyatakan, “Orang-orang yang beri konsesi untuk projek mahal ini lupa kalau proyek mahal itu malah tak akan bertahan lama―paling juga 10 tahun. Padahal, kalau dipreservasi, lahan tersebut bisa bertahan sampai beratus-ratus tahun. Kita juga dapat mewariskannya ke anak cucu kita. Apa nggak mikir?”
Bagi Tri, membenahi pola pikir anak-anak muda adalah salah satu hal yang dapat dilakukan untuk membenahi sistem politik di Indonesia. “Kita bisa tanamkan politik sehat tanpa uang pada anak-anak muda Indonesia. Kalau kamu ingin jadi kepala desa, misal, ya buktikan bahwa kamu bisa beri dampak positif yang nyata bagi masyarakat. Berlomba-lombalah dalam hal itu,” katanya mencoba memberi solusi.