top of page

Ini 3 Hal Mutlak untuk Capai Sukses, Apa Saja?

1 Sep 20 | 13:33

Amelia Rosary

Terkesan sederhana, tapi ampuh

Ini 3 Hal Mutlak untuk Capai Sukses, Apa Saja?

Apa, sih, definisi sukses buat millennial? Jawabannya tentu relatif, berbeda dari satu millennial dengan yang lain. Millennial A, misalnya, menganggap bahwa memiliki rumah sendiri merupakan suatu tolok ukur kesuksesan, sedangkan millennial B baru akan menganggap dirinya sukses ketika ia mampu menyisihkan 50% dari total penghasilannya untuk ditabung. 

 

Namun, meski arti sukses bagi tiap millennial bervariasi, tentu ada beberapa hal yang secara umum harus diperhatikan agar keinginan kita untuk merealisasikan sukses dapat tercapai. Mengutip dari perbincangan kami dengan Winston Utomo, Founder dan CEO IDN Media, berikut adalah 3 hal yang perlu millennial lakukan agar dapat menjadi sukses.

 

1. Terdengar picisan, namun jujur jadi yang paling utama

 

Kata sifat jujur mungkin terdengar picisan. Namun, kejujuran tetap saja menjadi salah satu tolok ukur utama yang menentukan kesuksesan seseorang. Sejatinya, kejujuran dan integritas adalah dua hal yang tak terpisahkan; keduanya dapat memberikan gambaran tentang bagaimana mutu dan sifat kita yang sesungguhnya. Toh, berbohong hanya malah akan membuat kita tak tenang. Percuma, dong

 

“Ingat, tak ada kesuksesan yang dapat diraih tanpa integritas dan tak ada integritas yang tidak akan membawa kita kepada kesuksesan. Itu sudah absolut. Kedua hal tersebut merupakan fondasi kepemimpinan yang dapat membentuk reputasi kita sebagai seorang individu. Uang memang tak akan dibawa mati, tapi reputasi akan dikenang, bahkan ketika kita sudah mati,” tegas Winston.

 

2. Respectful ke siapapun dan apapun 

 

Tak hanya respek pada atasan saja, respek juga harus diberlakukan pada waktu, manusia (siapapun itu), dan sistem. Satu, waktu bisa dikategorikan sebagai hal paling berharga yang seseorang miliki. Sekalinya waktu pergi, ia tak akan pernah kembali. “Jadi, bila seseorang sudah rela meluangkan waktunya untuk meeting dengan kita, masa mau disia-siakan?” kata Winston.

 

Dua, apalah arti menjadi manusia bila ia tak mau memanusiakan manusia lain? Menghargai manusia tak harus selalu dibuktikan dengan barang bersifat materi. Hal-hal yang nampak sederhana pun, menurut Winston, dapat menunjukkan apresiasi kita pada seseorang. Katanya, “Misal, bilang terima kasih, atau memuji saat pekerjaan orang lain memang kita anggap bagus. Tersenyum, menyapa, make everyone feel included.”

 

Tiga, menjadi bagian dari sebuah organisasi tentu mengharuskan kita untuk memahami sistem yang sudah berlaku di situ. Winston menganalogikan, “Sistem merupakan ‘aturan main’ yang membantu kita ‘merapikan permainan’ kita. Kalau sudah setuju untuk ikut ‘main’ dari awal, masa mau dilanggar? Sama saja tak konsisten, dong?”

 

3. Futuristik bukan melulu tentang teknologi

 

Futuristik. Kata sifat yang satu ini terbilang cukup kompleks. Soalnya, untuk menjadi futuristik, kita juga harus menjadi pribadi yang kritis mengenai hal-hal apa saja yang mungkin akan kita butuhkan. Futuristik tak selalu berkaitan dengan teknologi, kok. “Futuristik itu bisa saja sesederhana: mau jadi apa kita kelak atau apa yang ingin kita capai dalam 5 tahun ke depan?” kata Winston.

 

Tak berhenti di situ, sebagai millennial, kita juga harus merenungkan langkah apa saja yang sudah kita ambil untuk mewujudkan keinginan tersebut? Sudah cukup bertanggung jawabkah kita pada hidup kita sendiri saat ini? Kalau sudah berada pada “jalur yang benar”, pertahankan dan optimalkan. Bila belum, ini bisa menjadi saat yang tepat untuk merencanakan sesuatu yang positif.

 

Ternyata, menjadi millennial tak hanya tentang kreativitas, kecerdasan, dan kapabilitas, saja, ya. Lebih dari itu, ada nilai-nilai fundamental yang juga tak boleh kita abaikan, lho. Yuk, semangat berbenah diri. Kata Winston, "Kalau kamu punya nilai-nilai itu saja, kemungkinan kamu sukses itu besar banget!"

bottom of page