
Generasi Virtual yang Pintar Tetap Jaga Sopan Santuy di Media Sosial
27 Sep 20 | 19:00
Amelia Rosary
Majunya teknologi bukan hambatan untuk tahu tata bahasa

Penggunaan media sosial sudah menjadi bagian dari kehidupan generasi millennial dan z. Tumbuh berdampingan dengan perkembangan teknologi digital, pertemuan secara virtual membuat banyak anak muda lupa akan kaidah berbahasa yang baik dan benar. Menanggapi hal tersebut, Ivan Lanin, selaku Founder Lingual Bahasa dan Narabahasa membagikan sudut pandangnya.
Pada kesempatan kali ini, Ivan akan menjelaskan tentang cara berkomunikasi melalui media sosial yang sopan namun tetap santuy, sesuai dengan ciri para generasi millennial dan z. Berikut adalah rangkuman sesi terakhir IWF 2020 bersama Ivan Lanin. Semoga dapat menambah pengetahuan kalian, ya!
1. Media sosial dan cara berkomunikasi yang beragam
Bagi Ivan, media sosial adalah media hybrida yang berarti, “Ketika kita berbicara, bahasa yang kita gunakan tentu akan lebih ‘lentur’ bila dibandingkan dengan bahasa yang kita lontarkan melalui tulisan. Namun, kedua hal tersebut dapat ditemukan di media sosial,” jelasnya.
Keluwesan untuk menulis di media sosial tak jarang membuat orang terlena, terutama para anak muda yang lebih terbiasa berkomunikasi secara virtual. Ketika tidak dapat melihat lawan bicaranya, seseorang cenderung “kebablasan” dan tidak ada kesantunan. Padahal, belum tentu orang yang sedang berkomunikasi dengan kita adalah orang yang sebaya.
“Dahulu, ketika belum ada teknologi, orang harus berbicara secara tatap muka. Komunikasi secara langsung seperti itu membuat kita tahu bagaimana harus menempatkan diri. Ketika berhadapan dengan yang lebih tua, muda, atau seumuran, tentu treatment-nya akan berbeda-beda. Nah, hal inilah yang tidak dapat ditemui di media sosial,” imbuhnya, memberikan contoh perbedaan masa lampau dan masa kini.
2. Harus tetap memahami tata bahasa yang baik dan benar
Perkembangan teknologi yang semakin gencar, menurut Ivan, jangan menjadi sebuah hambatan bagi seseorang untuk memahami tata bahasa yang baik dan benar. Katanya, “Berbahasa yang baik adalah berbahasa yang sesuai konteks. Siapa lawan bicara kita, apa yang sedang dibicarakan. Di lain sisi, berbahasa yang benar adalah berbahasa yang sesuai dengan kaidah,” terangnya.
Tata cara berbahasa yang baik dan benar harus sangat diperhatikan. Menyadari bahwa Bahasa Indonesia adalah bahasa ibu, orang Indonesia kerap kali merasa sudah betul-betul menguasai Bahasa Indonesia. “Padahal, banyak peraturan yang belum diketahui, sehingga sering menimbulkan kesalahpahaman,” tegas Ivan.
3. Ragam tulisan dan bahasa di media sosial
Lahir di masa yang berbeda, Ivan mengatakan, “Dinamika di dalamnya pun tentu berbeda. Itulah yang membuat setiap generasi punya keunikannya sendiri. Hal ini juga dipengaruhi oleh sifat manusia yang ingin tampil berbeda, akhirnya munculah slang dari setiap generasi."
Penggunaan bahasa slang bukanlah sesuatu yang salah, tetapi perlu dipahami kapan dan dengan siapa kita dapat menggunakannya. “Ketika dengan teman sebaya, hal tersebut sah-sah saja untuk diterapkan, tetapi kita harus menggunakan bahasa yang lebih tepat ketika kita sedang berbicara dengan orang yang lebih tua atau muda. Tidak harus baku, namun kontekstual,” jelas Ivan.
Ivan yakin bahwa millennial pasti mampu menempatkan diri di hadapan lawan bicara. “Lahir di era yang serba cepat, di mana arus informasi mengalir dengan derasnya, millennial dituntut untuk dapat beradaptasi dengan cepat juga. Saya yakin mereka pasti mampu. Nah, kemampuan mereka ini harus dimanfaatkan sebaik mungkin dalam tata cara berkomunikasi di media sosial,” ujar Ivan.
4. Hal-hal positif di media sosial dalam kaidah berbahasa
Ketika sudah memahami cara berbahasa yang baik dan benar di media sosial, Ivan juga mengingatkan, “Kunjungilah media sosial dengan hati yang riang dan bangun diskusi yang baik serta menarik. Dengan demikian, kita dapat memperoleh pengetahuan dari orang lain, ini, ‘kan, sumber ilmu gratis. Jangan sampai datang ke media sosial hanya untuk meluapkan emosi, sehingga terciptalah banyak konten negatif.”
“Saya mengamati beberapa hal di media sosial. Pertama adalah padanan. Artinya, saat tidak mengetahui diksi yang tepat, orang akan cenderung menggunakan bahasa asing untuk mengungkapkannya. Kedua adalah kosakata yang tidak itu-itu saja. Pengguna media sosial menganggap ini sebagai sesuatu yang penting karena dapat membuat tulisan jadi lebih menarik,” katanya.
“Dalam menulis di sosial media sekali pun, buatlah struktur kalimat yang tidak melulu SPOK. Sebetulnya, ada banyak struktur kata yang dapat diolah, lho. Selain itu, rangkailah korelasi antara awal dan akhir. Sama halnya dengan orang yang menulis skripsi: terkadang, latar belakang dan kesimpulan berbeda jauh, tidak berkorelasi” jelas Ivan sambil menutup sesi terakhir di Indonesia Writers Festival (IWF) 2020.
Bagi yang sempat ketinggalan keseruan Indonesia Writers Festival (IWF) 2020, kalian masih dapat menyaksikan sesi-sesi seru tersebut melalui platform YouTube IDN Times. Terima kasih atas partisipasinya dan sampai jumpa di Indonesia Writers Festival (IWF) tahun depan!