top of page

Catatan Kartini IDN Media: Sudahkah Laki-Laki Dapat Perlakuan Bebas Stereotip?

19 Apr 21 | 18:00

Amelia Rosary

Bukankah perempuan lebih dari sekadar atribut domestik?

Catatan Kartini IDN Media: Sudahkah Laki-Laki Dapat Perlakuan Bebas Stereotip?

Tulisan ini dibuat oleh Jihan Aninta dari tim Business Development IDN Media untuk menyambut Hari Kartini


Hari Kartini, sebuah peringatan yang kulihat sebagai simbol perjuangan perempuan. Bukan, bukan sebatas simbol fisik, seperti kebaya, jarit, sanggul, atau atribut domestik perempuan Jawa yang lain. Tidak ada yang salah dengan hal itu, tapi bukankah perempuan lebih dari sekadar atribut domestik? Hari Kartini, buatku, adalah simbol perjuangan yang seharusnya memantik kita untuk merefleksikan keberadaan kita sebagai perempuan. Sudahkah kita meningkatkan kualitas diri? Sudahkah saling menghargai?

 

Dalam pekerjaanku sehari-hari, aku tak memiliki pengalaman terkait diskriminasi atau hal-hal tak menyenangkan lain yang mungkin saja aku alami sebagai seorang perempuan. Oleh karenanya, aku memutuskan untuk tak membahas tentang bagaimana perempuan harus mendapat kedudukan yang setara dengan laki-laki. Toh, sudah terlalu banyak artikel yang mengangkat topik tersebut di Hari Kartini. Aku pikir, perempuan yang tekun mengimprovisasi diri dan mau mengapresiasi pilihan laki-laki juga bisa menjadi topik yang layak dibahas di Hari Kartini ini. 


Perempuan, bagiku, adalah pembawa peradaban, pendidik manusia yang pertama. Tak heran, perempuan yang beradab dan berpendidikan merupakan ujung tombak dari kemajuan suatu bangsa. Meneladani semangat dan pola pikir Kartini yang selalu berupaya mencerdaskan diri dan orang-orang di sekitarnya, perempuan sudah selayaknya mendayagunakan seluruh kesempatan dan kemampuan yang dimiliki. 


Hal ini selaras dengan pemikiran Kartini yang menghendaki terjadinya modernisasi pada pola pikir dan perilaku perempuan Jawa: perempuan yang berani menentukan kehendaknya, memaksimalkan kesempatan yang ada, selalu mencerdaskan diri, terus belajar agar mampu membaca peluang, serta mengasah dan mengoptimalkan bakat dan minat untuk berbuat yang terbaik bagi masyarakat sekitar.


Perempuan juga jangan hanya koar-koar tentang kesetaraan gender. Menurutku, akan lebih bijaksana apabila perempuan juga banyak merefleksikan diri tentang bagaimana kita memperlakukan laki-laki. Kita menuntut untuk diperlakukan secara adil tanpa stereotip, namun sudahkah kita melakukan hal yang sama kepada laki-laki? Pada kenyataannya, perempuan akan dianggap tangguh ketika dapat mengerjakan apa yang biasa ditangani oleh laki-laki, tetapi bagaimana ketika laki-laki mengerjakan tugas-tugas perempuan?


Tak sedikit orang akan menganggap seorang laki-laki kemayu, bahkan aneh dan salah bila melakukan hal yang biasa dilakukan oleh perempuan. Misalnya, saat seorang laki-laki memakai pakaian serba pink di tempat umum, semua mata akan tertuju pada laki-laki tersebut. Warna pun dikotak-kotakkan atas nama gender. "Ih, laki-laki, kok, pakai baju warna pink," gumam mereka. Belum lagi ketika laki-laki pergi ke salon untuk melakukan perawatan wajah atau gemar menonton drama Korea. “Fix, dia homo!” Nah, sudahkah kita merenungkan ini?


Tidak banyak yang bisa aku ungkapkan tentang Hari Kartini. Namun, sejauh yang aku tahu, Hari Kartini mengingatkan kita pada kesetaraan gender: laki-laki dan perempuan. Perempuan memang sudah selayaknya diberi ruang untuk terus mengembangkan potensi diri. Namun, pada saat yang bersamaan, laki-laki juga harus diselamatkan dari stereotip yang dapat membatasi hak mereka untuk berekspresi. Singkat kata, let’s just take and give!


bottom of page