top of page

Sastra Harus Inklusif: Bagaimana Kawan Difabel Menikmati Sastra

24 Sep 20 | 12:49

Amelia Rosary

Semua orang punya kesempatan untuk menikmati sastra

Sastra Harus Inklusif: Bagaimana Kawan Difabel Menikmati Sastra

Karya sastra sudah seharusnya dapat dinikmati setiap kalangan, termasuk mereka yang menyandang disabilitas. Berangkat dari hal tersebut, seorang penulis cerita fiksi bernama Indah Darmastuti tergerak untuk menginisiasi sebuah komunitas yang ia namai Difalitera. Komunitas ini memungkinkan para penyandang difabel sensorik netra untuk tetap dapat menikmati dan menciptakan karya sastra. 


Dalam salah satu rangkaian acara Indonesia Writers Festival (IWF) 2020, Indah berbagi kisah mengenai kegiatan-kegiatan Difalitera dan hambatan-hambatan yang mereka hadapi ketika sedang merintis Difalitera. Untuk memperluas jenis karya sastra yang dapat diperkenalkan, Difalitera pun terus berupaya untuk mencari strategi baru agar dapat tetap terhubung dengan kawan-kawan difabel netra. Berikut ini adalah rangkuman sesi Indonesia Writers Festival (IWF) 2020 hari ketiga bersama Indah dari Difalitera.


1. Menyediakan kesempatan bagi para kawan difabel netra

Tak sedikit orang yang mengira bahwa karya sastra bukanlah suatu hal yang dapat dinikmati oleh kaum difabel, terutama difabel netra. Namun, hal tersebut ditampik oleh Indah. “Kawan-kawan difabel netra itu banyak yang sangat menyukai karya sastra, sama seperti kawan-kawan lainnya yang tidak memiliki keterbatasan,” ungkapnya.


Difalitera sendiri hadir untuk membantu para penyandang difabel netra agar dapat mengakses dan memahami sebuah karya sastra.  “Preferensi mereka berbeda-beda. Nah, hal itulah yang berusaha kami akomodasi. Ada yang masih bisa melihat meski tidak maksimal, jadi mereka cenderung suka membaca buku dengan huruf-huruf yang besar dan dari jarak yang sangat dekat. Ada juga kawan-kawan yang suka membaca dengan indera peraba, jadi kami sediakan braille.”


Tidak hanya dalam bentuk buku cetak saja, Difalitera juga akan membacakan cerita itu untuk kawan-kawan penyandang disabilitas. “Audio ini didedikasikan khusus untuk mereka yang lebih suka mendengarkan. Pembacaan cerita selalu dilaksanakan pada hari libur. Sesinya kami namai Teras Baca,” tambahnya.


2. Kawan difabel netra itu sama dengan kita 

Jangan dikira bahwa penyandang disabilitas tak memiliki kesukaan atau hobi apapun, ya. “Tidak ada yang berbeda, semuanya sama. Mereka juga suka baca novel, komik, maupun cerpen seperti orang pada umumnya,” jawab Indah ketika ditanyai mengenai minat baca para difabel netra.


Tak hanya menikmati sastra, banyak kawan Difalitera yang juga mampu menghasilkan karya. "Awalnya, mereka menulis menggunakan braille, namun karena cukup rumit, proses tersebut tak dilanjutkan. Akhirnya, cara yang lebih efektif pun ditemukan: kawan-kawan difabel netra akan menceritakan idenya, kemudian kami bantu mengetik,” ujar Indah menceritakan pengalamannya.


3. Berbagai tantangan di Difalitera

Berdiri selama dua tahun, Difalitera banyak menemui tantangan. Berusaha untuk memenuhi keinginan para kawan difabel yang terkadang sangat spesifik adalah salah satunya. “Dalam penggunaan audio, misalnya. Ternyata, ada beberapa yang minta agar intonasi pembaca juga dapat mendukung latar cerita. Untuk cerpen, kami bisa penuhi. Namun, kalau novel, wah, saat ini masih menjadi tantangan yang cukup besar, ya,” imbuhnya.


Selain itu, pandemik COVID-19 yang melanda Indonesia juga sangat berpengaruh pada aktivitas Difalitera. Kegiatan berkumpul di Teras Baca kini ditiadakan karena kebijakan pemerintah yang melarang adanya kerumunan. Beberapa bulan ini, kegiatan mereka hanya terbatas melalui aplikasi chatting untuk bertukar suara saja. “Saya menilai ini kurang efektif,” pungkas Indah.


4. Ingin membuat inovasi baru bagi kawan-kawan difabel netra

Tak ingin kawan-kawan difabel bosan dengan cerita-cerita yang dilantunkan secara virtual, Indah bersama beberapa temannya dari Difalitera ingin membuat sebuah inovasi, terutama selama masa pandemik ini. “Kami ingin menyediakan suara-suara orang lain yang berbeda dari kami. Tidak hanya itu, suara-suara baru ini nantinya juga harus unik. Informasi yang disampaikan juga harus lebih insightful,” jelasnya.


Dalam rangka merealisasikannya, Indah kini sedang berupaya untuk membangun koneksi dengan teman-teman dari seluruh Indonesia. “Akhirnya, kami memutuskan untuk menyediakan audio yang juga dapat memperkenalkan ragam suku dan bahasa di Nusantara,” kata Indah.


Selain itu, Indah tidak hanya ingin ini menjadi sebuah perkenalan secara singkat saja. Ia ingin membagikan pengalaman yang menyenangkan bagi kawan-kawan difabel netra. Indah mengungkapkan, “Nantinya, orang asli Dayak, misalnya, akan cerita tentang budaya Dayak. Dengan demikian, mereka tak hanya akan mengenal budayanya saja, namun juga dialeknya saat bercerita.” 


Rangkaian acara Indonesia Writers Festival (IWF) 2020 masih akan berlangsung hingga 26 September 2020. Tak berhenti di cerita dari Difalitera, masih ada banyak topik-topik menarik seputar dunia literasi yang akan dibahas dalam acara yang mengusung visi "empowering Indonesians through writing". Penonton dapat menyaksikan rangkaian acara Indonesia Writers Festival (IWF) 2020 secara gratis melalui platform YouTube dan Instagram IDN Times.

bottom of page